Senin, Desember 02, 2013

BAB 6 KELAS X (MEMILIH KATA, BENTUK KATA, DAN UNGKAPAN YANG TEPAT)


MEMILIH KATA, BENTUK KATA,
DAN UNGKAPAN YANG TEPAT

A. Pilihan Kata dan Bentukan Kata dalam Konteks atau Topik Pembicaraan

                Untuk menyampaikan maksud pembicaraan, seseorang akan berupaya
menggunakan berbagai kata atau ungkapan yang dapat mewakili makna atau
konsep yang ingin diutarakan. Setidaknya ia memahami dan menguasai
berbagai istilah kata yang berkaitan dengan topik yang akan disampaikan.
Namun, seseorang belum tentu dapat dengan baik mengutarakan atau
menjelaskan apa yang sudah dipahami tersebut lewat kata-kata atau kalimat
yang tepat dan efektif. Ketidakefektifan seseorang dalam menyampaikan
sesuatu dapat disebabkan kurang menguasai kosakata, bentukan kata,
atau ungkapan kata yang sesuai dengan topik, gagasan atau maksud yang
ingin diungkapkan. Keluhan seperti saya agak susah mengatakannya atau
ngomongnya gimana, ya? akan ternyatakan bila seseorang tidak menguasai
kosakata bidang atau persoalan yang ingin diungkapkan. Kondisi ini dapat
terjadi baik dalam penggunaan bahasa tulis maupun bahasa lisan (berbicara),
misalnya seseorang tak dapat menjelaskan dengan baik persoalan tentang
transportasi udara jika ia tak menguasai istilah, kata-kata atau ungkapan
yang berhubungan dengan masalah itu.

          Saat membicarakan telepon seluler atau nirkabel, istilah pulsa, voucher,
berbagai merek HP, isi ulang, kartu perdana dan sebagainya kerap diucapkan.
Ketika berbicara tentang rumah sakit, istilah paviliun, kamar, rontgen,
infus, fasilitas perawatan, nama penyakit, nama obat, dan sebagainya akan
sering terdengar. Atau, orang tidak dapat terlibat pembicaraan orang lain
tentang sesuatu yang ia tidak paham betul topik yang sedang dibahas serta
tak menguasai kata-kata atau istilah yang berhubungan dengan hal yang
dibicarakan.
          Di bawah ini, contoh lain beberapa kata atau istilah serta ungkapan
yang saling berkaitan dalam satu topik atau pokok pembicaraan.

1. Kereta api : lokomotif, stasiun, kereta ekspres, kelas ekonomi,
gerbong, abudemen, rel, langsam, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara Tingkat Semenjana Kelas X 111
2. Sepak bola : kesebelasan, liga, galatama, copa Amerika, FIFA, striker,
pinalti, kiper, hatrik, dan sebagainya.
3. Film : jam tayang, durasi, aktor, aktris, judul, sinetron, layar
lebar, piala citra, top rating, dan sebagainya.
4. Musik : group band, konser, musisi, lagu, fans, vokalis, lagu
favorit, request, platinum, dan sebagainya.
5. Internet : chating, e-mail, website, browser, situs, home page, neter, dan
sebagainya.
          Pemilihan bentukan kata juga menentukan proses penyampaian
maksud. Banyak kata atau bentukan kata yang secara umum memiliki
kesamaan arti, tapi sesungguhnya mengandung pengertian khusus yang
berbeda. Pilihan dan penggunaan bentukan kata yang tepat menjadikan
kalimat lebih cermat dan terarah sehingga terhindar dari salah pengertian,
misalnya kata membawa memiliki kata–kata sepadan yang secara khusus
maknanya berbeda, yaitu memanggul, menggendong, dan menjinjing. Masing–
masing kata ini mempunyai makna dan ciri khusus yang membedakan satu
sama lain. Meskipun sama–sama membawa, pengertian memanggul ialah
membawa dengan meletakkan barang bawaan di bahu, menggendong
ialah membawa dengan kedua tangan sejajar dengan dada, menjinjing ialah
membawa dengan tangan menggenggam barang bawaan seperti tas.
Contoh dalam kalimat :
- Ia terpaksa memanggul karung beras itu sampai ke rumah.
      - Guru BP menggendong siswa yang pingsan itu ke ruang UKS
      - Ibu itu menjinjing belanjaannya yang berisi sayuran.
B. Memanfaatkan Kata Bersinonim untuk Menghindari
     Kata yang Sama dalam Kalimat/Paragraf
          Penguasaan kosakata yang tidak banyak, dapat menyulitkan seseorang
untuk merangkai kalimat untuk menjelaskan sesuatu baik dalam bentuk
tulisan maupun lisan. Kalimat yang dibuat dapat berisi banyak kata yang
sama dan diulang-ulang. Kalimat menjadi tidak cermat atau kurang efektif
atau berkesan mubazir.
Mengurangi penggunaan kata yang berlebihan dan berulang-ulang
dalam kalimat dapat diatasi dengan pemakaian kata yang bersinonim.
Dengan penggunaan kata yang sepadan, kalimat menjadi tidak kaku serta
      lebih variatif.
1a. Jumlah wisatawan kembali meningkat di Bali pasca tertangkapnya
      para tersangka peledak, bom Bali yang menghebohkan dunia itu. Para
      wisatawan merasa tak akan ada lagi aksi terorisme di Pulau Bali tersebut.
      Sebelumnya kunjungan wisatawan di Bali merosot drastis.
1b. Jumlah wisatawan kembali meningkat di Bali pasca tertangkapnya
       para tersangka peledak, bom Bali yang menghebohkan dunia itu. Para
       turis asing merasa tak akan ada lagi aksi terorisme di Pulau Dewata
       tersebut. Sebelumnya kunjungan wisman di Bali merosot drastis.
2a. Polisi tidak mentoleransi adanya aksi unjuk rasa saat pemilihan umum
      daerah berlangsung, yang pasti akan mengganggu jalan pemilihan
       umum daerah tersebut. Setiap aksi unjuk rasa akan ditindak tegas oleh
       polisi, siapa pun dan dari mana pun unjuk rasa itu berasal.
2b. Aparat keamanan tidak mentolerasi adanya demonstrasi saat pemilihan
       umum daerah berlangsung yang pasti akan mengganggu jalannya
       pesta demokrasi tersebut. Setiap aksi demontrasi akan ditindak tegas
             oleh polisi, siapapun dan dari manapun aksi massa itu berasal.
C. Makna Leksikal, Kontekstual, Struktural, dan
     Makna Metaforis
          Yang dimaksud dengan makna leksikal ialah makna yang sesuai dengan konsep yang digambarkan pada kata tersebut. Makna leksikal disebut juga makna yang sesuai dengan referensial kata tersebut. Contoh kata kerbau adalah binatang mamalia bertanduk yang makanannya rumput atau sejenis sapi, sedangkan makna kontekstual ialah makna yang muncul sesuai dengan konteks kata tersebut dipergunakan. Artinya, makna tersebut muncul sebagai makna tambahan di samping makna sebenarnya berupa kesan-kesan yang ditimbulkan oleh sebab situasi tertentu, misalnya ungkapan dasar kerbau, kerjaannya makan tidur saja tentu yang dimaksud kerbau bukan binatang bertanduk tapi menunjuk
pada manusia. Contoh lain ialah kata kursi, secara leksikal maknanya adalah
tempat untuk duduk. Kursi pada kalimat banyak kursi yang nilainya puluhan
       juta saat pemilu, bermakna jabatan yang diperjualbelikan
               Selain makna leksikal dan kontekstual, ada makna struktural atau gramatikal. Makna struktural adalah makna yang muncul akibat katam mengalami proses afiksasi atau penambahan imbuhan serta proses reduplikasi           dan proses komposisi. Kata terdengar, misalnya pada kalimat suaranya       terdengar sampai ke belakang berarti dapat didengar tapi kata terdengar yang        memiliki kata dasar sama yaitu dengar, pada kalimat rencana jahatnya    terdengar oleh tetangganya berarti tidak sengaja. Demikian pula padakata buku          dengan buku-buku yang mengalami reduplikasi menimbulkan makna jamak yang artinya banyak buku makna yang berbeda juga dapat ditimbulkan oleh      akibat komposisi kata. Misalnya, kata sate ayam tidak sama maknanya dengan      sate madura yang pertama menunjukkan bahan dan yang kedua menunjukkan   tempat.
               Makna metaforis adalah makna yang ditimbulkan oleh adanya unsur       perbandingan di antara dua hal yang memiliki ciri makna yang sama. Contoh   kata kaki dengan ungkapan kaki langit, kaki gunung, dan kaki meja. Kaki tetap          menunjukkan bagian bawah, namun ungkapan kaki langit bermakna horizon,         kaki gunung berarti lembah, dan kaki meja adalah tiang-tiang penyanggah meja.       Benda yang ditunjukkan berbeda tetapi memiliki kemiripan keberadaan, yaitu di bagian bawah. Demikian pula dengan kata kepala yang membentuk       perbandingan kepala kereta, kepala pemerintahan, dan kepala sekolah. Kata      jatuh yang membentuk kata-kata jatuh cinta, jatuh miskin, jatuh bangun, jatuh      hati, dan sebagainya. Gaya bahasa ini kemudian disebut dengan polisemi.
D. Majas dan Peribahasa
      1. Majas
          Gejala memperbandingkan pun terjadi pada bentuk-bentuk majas
seperti majas perbandingan. Yang termasuk majas perbandingan ialah:
majas perumpamaan, majas metafora, majas personifikasi, majas alegori,
      dan majas antitesis.
1) Majas perumpamaan, ialah majas perbandingan dua hal yang pada
     hakekatnya berlainan dan sengaja dianggap sama. Perbandingan ini
     ditandai oleh pemakaian kata seperti: bagaikan, ibarat, umpama, laksana,
     dan seperti.
          Contoh:
          a. Larinya cepat laksana kilat.
          b. Mukanya pucat bagaikan mayat.
          c. Suaranya menggelagar seperti halilintar.
2) Majas metafora, ialah majas perbandingan yang paling singkat ,
    padat, tersusun rapi. Di dalamnya, terlibat dua ide: yang satu adalah
    suatu kenyataan dan satunya lagi merupakan perbandingan terhadap
    kenyataan tadi.
          Contoh;
          a. Nani jinak-jinak merpati.
          b. Dia anak emas pamanku.
          c. Bapak tulang punggung keluarga kita.
3) Majas personifikasi, adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat
    insani kepada barang yang tidak bernyawa atau benda abstrak.
          Contoh:
          a. Angin meraung-raung.
          b. Nyiur melambai-lambai.
          c. Ombak menerjang karang.
4) Majas alegori, ialah cerita yang diceritakan dengan lambang-lambang.
    Alegori biasanya berisi tentang moral dan hal-hal yang berkaitan
    dengan spiritual manusia. Alegori dapat berbentuk puisi maupun
    prosa. Bentuk alegori singkat misalnya, fabel dan farabel. Fabel adalah
    sejenis alegori yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh binatang yang
    dapat berbicara dan bertingkah laku seperti manusia.
          Contoh:
          a. Kancil dan buaya
          b. Kancil dan kura-kura
               c. Tom dan Jerry
5) Majas antitesis, ialah sejenis majas yang mengadakan komparasi atau
    perbandingan antara dua antonim (majas ini bersifat perlawanan).
          Contoh:
          a. Dia bergembira ria atas kegagalan dalam ujian itu.
          b. Setelah ditodong, ia malah menolong penjahat itu.
          c. Orang tua itu bergembira atas pernikahan putrinya, sekaligus
                   merasa was-was dengan masa depannya.
2. Peribahasa
          Peribahasa adalah kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan sesuatu maksud tertentu. Zaman dahulu peribahasa merupakan sarana untuk mengungkapkan penilaian, nasihat, gurauan, atau sindiran. Di dalam peribahasa, terdapat simbol atau lambang-lambang yang dianggap mewakili maksud yang ingin diungkapkan.
          Contoh peribahasa:
          1. Datang tampak muka, pergi tampak punggung.
              Artinya: Datang dengan baik, pergi pun harus dengan baik pula.
          2. Sepala-pala mandi biar basah.
              Artinya: Mengerjakan sesuatu perbuatan hendaklah sempurna,
                             jangan separuh-paruhnya.
          3. Arang habis, besi tak kimpal.
              Artinya: Kerugian sudah banyak, maksud tak sampai.
          4. Besar pasak daripada tiang.
               Artinya: Besar pengeluaran daripada penghasilan.
          5. Bagai mencencang air.
              Artinya: Mengerjakan pekerjaan yang sia-sia.
          6. Bagai telur di ujung tanduk.
                   Artinya: Keadaan yang sudang gawat atau genting.
E. Pilihan Kata dalam Laras Bahasa
          Laras bahasa adalah ciri khas suatu penggunaan bahasa pada kelompok atau lingkungan pemakai bahasa tertentu. Kekhususan tersebut meliputi pilihan
kata, ungkapan, istilah, ragam bahasa, dan gaya penuturan. Misalnya,
laras bahasa hukum akan banyak menggunakan istilah atau kosakata
yang berkaitan dengan hukum, aturan, dan perundang-undangan. Karena
bersifat penjelasan mengenai peraturan, biasanya kalimat dalam bahasa
      hukum panjang-panjang atau berbentuk kalimat luas.


0 komentar:

Posting Komentar