Menyimak untuk Memahami Lafal, Tekanan, Intonasi, dan Jeda
yang
Lazim/Baku dan yang Tidak
Lazim/Baku dan yang Tidak
A. Tujuan Menyimak
Salah
satu keterampilan bahasa ialah menyimak. Menyimak menggunakan indra
pendengaran, namun bukan berarti saat mendengar seseorang sudah dikatakan
sedang menyimak. Sesungguhnya proses menyimak tidak sekadar mendengar, tetapi
lebih dari itu, yaitu, mendengar dengan memusatkan perhatian kepada objek yang
disimak. Proses menyimak merupakan kegiatan mendengarkan yang disengaja dalam rangka
mencapai maksud-maksud tertentu. Maksud-maksud tersebut misalnya, untuk tujuan
belajar, mengapresiasi sebuah karya, mendapatkan informasi khusus, memecahkan
masalah, atau untuk memahami aspek - aspek sebuah bahasa.
*Kegiatan menyimak yang bertujuan untuk mempelajari
aspek-aspek bahasa,
meliputi hal-hal berikut :
a. Pengenalan dan pemahaman tentang unsur-unsur bunyi dan hal yang membentuknya
seperti alat ucap yang disebut dengan ilmu fonetik dan fonemik.
b. Proses pembentukan kata, frasa, klausa, kalimat, dan unsur-unsur kalimat.
c. Pembagian kosakata dan hal yang menyangkut makna.
d. Makna kata berdasarkan situasi dan konteks pemakaiannya.
e. Makna budaya yang tercakup dan tersirat dalam suatu pesan, dan sebagainya.
meliputi hal-hal berikut :
a. Pengenalan dan pemahaman tentang unsur-unsur bunyi dan hal yang membentuknya
seperti alat ucap yang disebut dengan ilmu fonetik dan fonemik.
b. Proses pembentukan kata, frasa, klausa, kalimat, dan unsur-unsur kalimat.
c. Pembagian kosakata dan hal yang menyangkut makna.
d. Makna kata berdasarkan situasi dan konteks pemakaiannya.
e. Makna budaya yang tercakup dan tersirat dalam suatu pesan, dan sebagainya.
B. Pemahaman
terhadap Lafal, Tekanan, Intonasi, dan
Jeda
Unsur bahasa yang terkecil berupa
lambang bunyi ujaran disebut
fonem. Ilmu yang
mempelajari fonem disebut fonologi atau fonemik. Fonem
dihasilkan oleh alat ucap manusia
yang dikenal dengan artikulasi. Dalam
bentuk tertulisnya disebut huruf.
Lambang-lambang ujaran ini di dalam
bahasa Indonesia terbagi dua,
yaitu vokal dan konsonan. Cara mengucapkan
lambang-lambang bunyi ini disebut
dengan lafal. Jadi lafal adalah cara
seseorang atau sekelompok penutur
bahasa dalam mengucapkan lambanglambang
bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucapnya.
Fonem vokal di dalam bahasa
Indonesia secara umum dilafalkan
menjadi delapan bunyi ujaran
walaupun penulisannya hanya lima ( a, i , u,
e, o ). Misalnya,
fonem / a / dilafalkan [ a
]
fonem / i / dilafalkan [ i
]
fonem / u / dilafalkan [u
]
fonem / e / dilafalkan tiga bunyi
yaitu: [ e ] , [ ə ] atau e lemah, dan [ε]
atau e lebar.
Contoh pemakaian katanya;
lafal [ e ] pada kata <
sate >
lafal [ə ] pada kata < pəsan
>
lafal [ε ] pada kata < n
ε n ε k >
fonem / o / terdiri atas
lafal [ o ] biasa dan lafal [ ] atau o bundar.
Contoh pemakaian katanya:
lafal [ o ] pada kata [ orang
]
lafal [ ] pada kata [ p h n ],
saat mengucapkannya bibir lebih maju
dan bundar.
Variasi lafal fonerm / e /
dan / o / ini memang tak begitu dirasakan,
Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara
Tingkat Semenjana Kelas X
cenderung tersamar karena
pengucapannya tidak mengubah arti kecuali
pada kata-kata tertentu yang
termasuk jenis homonim.
Tidak ada pedoman khusus yang
mengatur ucapan atau lafal ini seperti
bagaimana diaturnya sistem tata
tulis atau ejaan dalam Pedoman Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) yang harus
dipatuhi setiap pemakai bahasa tulis
bahasa Indonesia sebagai ukuran
bakunya. Lafal sering dipengaruhi oleh
bahasa daerah mengingat pemakai
bahasa Indonesia terdiri atas berbagai
suku bangsa yang memiliki bahasa
daerahnya masing-masing. Bahasa
daerah ini merupakan bahasa Ibu
yang sulit untuk dihilangkan sehingga
saat menggunakan bahasa Indonesia
sering dalam pengucapan diwarnai
oleh unsur bahasa daerahnya.
Contoh: kata <apa> diucapkan oleh orang
Betawi menjadi <ape>,
<p h n> diucapkan <pu’un>. Pada bahasa Tapanuli
(Batak), pengucapan e umumnya
menjadi ε, seperti kata <benar> menjadi
<bεnar>, atau pada
bahasa daerah Bali dan Aceh pengucapan huruf t dan d
terasa kental sekali, misalnya
ucapan kata teman seperti terdengar deman,
di Jawa khusunya daerah Jawa
Tengah pengucapan huruf b sering diiringi
dengan bunyi /m /
misalnya, <Bali> menjadi [mBali], <besok>
menjadi
{mbesok] dan sebagainya.
Selain itu pelafalan kata juga
dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari yang
tidak baku. Perhatikan contoh di
bawah ini.
telur -------- telor
kursi -------- korsi
lubang -------- lobang
kantung -------- kant ng
senin -------- sənεn
rabu -------- reb
kamis -------- kemis
kerbau -------- kebo, dan lain
sebagainya.
Menurut EYD, huruf vokal dan
konsonan didaftarkan dalam urutan
abjad, dari a sampai z dengan
lafal atau pengucapannya. Secara umum
setiap pelajar dapat melafalkan
abjad dengan benar, namun ada pelafalan
beberapa huruf yang perlu
mendapatkan perhatian khusus karena sering
dipengaruhi oleh lafal bahasa
asing atau bahasa Inggris.
Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara
Tingkat Semenjana Kelas X
Contoh:
-- huruf c dilafalkan ce
bukan se,
-- huruf g dilafalkan ge
bukan ji
-- huruf q dilafalkan ki
bukan kyu
-- huruf v dilafalkan fe
bukan fi
-- huruf x dilafalkan eks
bukan ek
-- huruf y dilafalkan ye
bukan ey
Jadi : Pengucapan MTQ adalah
[em te ki] bukan [em te kyu]
Pengucapan TV adalah [te
fe] bukan [ti fi]
Pengucapan exit adalah
[eksit] bukan [ekit]
Dalam bahasa Indonesia ada
gabungan vokal yang diikuti oleh bunyi
konsonan w atau y yang
disebut dengan diftong.
Contoh:
1. Gabungan vokal /ai/
menimbulkan bunyi konsonan luncuran [ay]
pada kata:
- sungai menjadi sungay
- gulai menjadi gulay
- pantai menjadi pantay
2. Gabungan vokal /au/
menimbulkan bunyi konsonan luncuran
[aw] pada kata:
- harimau menjadi harimaw
- limau menjadi limaw
- kalau menjadi kalaw
3. Gabungan vokal / oi /
menimbulkan bunyi konsonan luncuran
[oy] pada kata:
- koboi menjadi koboy
- amboi menjadi amboy
Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara
Tingkat Semenjana Kelas X
- sepoi menjadi sepoy
Tetapi, ada kata-kata yang
menggunakan unsur gabungan tersebut di
atas tetap dibaca sesuai lafal
kedua vokalnya.
Contoh: - dinamai tetap
dibaca [dinamai]
- bermain tetap dibaca [bermain]
- mau tetap dibaca [mau]
- daun tetap dibaca [daun]
- koin tetap dibaca [koin]
- heroin tetap dibaca [heroin]
Ada juga dalam tata bahasa
Indonesia, gabungan konsonan yang
dilafalkan dengan satu bunyi,
seperti fonem /kh/, / sy/, ny/, /ng/ dan /nk/.
Meskipun ditulis dengan dua
huruf, tetapi dilafalkan satu bunyi, contoh:
khusus , syarat,
nyanyi, hangus, bank.
Lafal dan fonem merupakan unsur
segmental di dalam bahasa Indonesia.
Selain unsur ini, ada pula unsur
lain yang fungsinya berkaitan dengan unsur
suprasegmental, yaitu tekanan,
intonasi, dan jeda. Tekanan adalah gejala
yang ditimbulkan akibat adanya
pengkhususan dalam pelafalan sebuah
suku kata atau kata. Tekanan adalah
bentuk tinggi rendahnya, panjang
pendeknya, atau keras lembutnya
suara atau pengucapan. Biasanya kata
yang mengalami tekanan tertentu
adalah kata yang dipentingkan.
Tekanan dalam bahasa Indonesia
tidak mengubah makna seperti
pada bahasa Batak Toba /bóntar/
artinya putih, dan /bentár/ artinya darah.
Tekanan hanya menunjukkan sesuatu
kata atau frasa yang ditonjolkan atau
dipentingkan agar mendapat
pemahaman secara khusus bagi pendengar.
Tekanan tertentu pada sebuah kata
atau frasa menguatkan maksud
pembicara. Biasanya tekanan
didukung oleh ekspresi atau mimik wajah
sebagai bagian dari ciri bahasa
lisan.
Contoh penggunaan pola tekanan:
1. Adi membeli novel di
toko buku.
(yang membeli novel Adi, bukan
orang lain)
2. Adi membeli novel di
toko buku.
(Adi membeli novel, bukan
membaca)
3. Adi membeli novel di
toko buku.
Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara
Tingkat Semenjana Kelas X
(yang dibeli Adi novel bukan alat
tulis)
4. Adi membeli novel di toko
buku.
(Adi membeli novel di toko buku
bukan di pasar)
Ciri suprasegmental lainnya
adalah intonasi. Intonasi ialah tinggi
rendahnya nada dalam pelafalan
kalimat. Intonasi lazim dinyatakan dengan
angka (1,2,3,4). Angka 1
melambangkan titinada paling rendah, sedangkan
angka 4 melambangkan titinada
paling tinggi. Penggunaan intonasi
menandakan suasana hati
penuturnya. Dalam keadaan marah seseorang
sering menyatakan sesuatu dengan
intonasi menaik dan meninggi,
sedangkan suasana sedih cenderung
berintonasi menurun. Intonasi juga
dapat menandakan ciri-ciri sebuah
kalimat. Kalimat yang diucapkan
dengan intonasi akhir menurun
biasanya bersifat pernyataan, sedangkan
yang diakhiri dengan intonasi
menaik umumnya berupa kalimat tanya.
Contoh:
- Mereka sudah pergi.
- Mereka sudah pergi? Kapan?
Berbicara tentang intonasi
berarti berbicara juga tentang jeda. Jeda adalah
penghentian atau kesenyapan. Jeda
juga berhubungan dengan intonasi,
penggunaan intonasi yang baik
dapat ditentukan pula oleh penjedaan
kalimat yang tepat. Untuk kalimat
panjang penempatan jeda dalam
pengucapan menentukan
ketersampaian pesan. Dengan jeda yang tepat
pendengar dapat memahami
pokok-pokok isi kalimat yang diungkapkan.
Penggunaan jeda yang tidak baik
membuat kalimat terasa janggal dan tidak
dapat dipahami. Dalam bahasa
lisan, jeda ditandai dengan kesenyapan.
Pada bahasa tulis jeda ditandai
dengan spasi atau dilambangkan dengan
garis miring [/], tanda
koma [,], tanda titik koma [;], tanda titik dua [:], tanda
hubung [-], atau tanda
pisah [--]. Jeda juga dapat memengaruhi pengertian
atau makna kalimat. Perhatikan
contoh di bawah ini.
Menurut
pemeriksaan dokter Joko Susanto memang sakit
Kalimat ini dapat mengandung
pengertian yang berbeda jika jedanya
berubah. Misalnya,
a. Menurut pemeriksaan / dokter
Joko Susanto / memang sakit.
10 Bahasa Indonesia SMK/MAK
Setara Tingkat Semenjana Kelas X
(yang sakit dokter Joko Susanto)
b. Menurut pemeriksaan dokter /
Joko Susanto / memang sakit.
(yang memeriksa dokter dan yang
sakit ialah Joko Susanto)
c. Menurut pemeriksaan dokter
Joko/ Susanto/ memang sakit.
(yang memeriksa bernama dokter
Joko, yang sakit Susanto)
C. Ciri Bahasa
Indonesia Baku
Bahasa baku adalah bahasa
yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
yang berlaku. Pedoman yang
digunakan adalah Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD),
Pedoman Pembentukan Istilah,
dan Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia.
Bahasa yang tidak mengikuti kaidahkaidah
bahasa Indonesia disebut bahasa
tidak baku.
Fungsi bahasa baku ialah sebagai
pemersatu, pemberi kekhasan,
pembawa kewibawaan, dan kerangka
acuan. Ciri-ciri ragam bahasa baku,
yaitu, sebagai berikut.
1. Digunakan dalam situasi
formal, wacana teknis, dan forum-forum
resmi seperti seminar atau rapat.
2. Memiliki kemantapan dinamis
artinya kaidah dan aturannya tetap dan
tidak dapat berubah.
3. Bersifat kecendekiaan, artinya
wujud dalam kalimat, paragraf, dan
satuan bahasa yang lain
mengungkapkan penalaran yang teratur.
4. Memiliki keseragaman kaidah,
artinya kebakuan bahasa bukan penyamaan
ragam bahasa, melainkan kesamaan
kaidah.
5. Dari segi pelafalan, tidak
memperlihatkan unsur kedaerahan atau
asing.
Rangkuman
A. Tujuan Menyimak
Menyimak adalah keterampilan mendengarkan sesuatu dengan
sengaja untuk tujuan tertentu.
Menyimak adalah keterampilan mendengarkan sesuatu dengan
sengaja untuk tujuan tertentu.
B. Pemahaman terhadap Lafal, Tekanan, Intonasi, dan
Jeda
- Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok penutur bahasa
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa, secara umum fonem vokal
dalam bahasa Indonesia dilafalkan menjadi delapan bunyi ujaran, walaupun penulisannya
hanya lima. Delapan bunyi ujaran itu adalah (a, i, u, e, ., , o, )
- Tekanan adalah panjang-pendek, tinggi-rendah, atau keras lembutnya pengucapan.
- Intonasi ialah tinggi rendahnya nada dalam pelafalan kalimat.
- Jeda adalah penghentian atau kesenyapan yang secara tertulis ditandai oleh spasi,
garis miring (/), tanda koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua(:), tanda hubung (-),
tanda pisah (.).
C. Ciri Bahasa Indonesia Baku
Ciri bahasa Indonesia baku adalah formal, dinamis, cendekia, memiliki kesamaan kaidah,
dan pelafalan yang tidak mencerminkan kedaerahan atau asing.
- Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok penutur bahasa
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa, secara umum fonem vokal
dalam bahasa Indonesia dilafalkan menjadi delapan bunyi ujaran, walaupun penulisannya
hanya lima. Delapan bunyi ujaran itu adalah (a, i, u, e, ., , o, )
- Tekanan adalah panjang-pendek, tinggi-rendah, atau keras lembutnya pengucapan.
- Intonasi ialah tinggi rendahnya nada dalam pelafalan kalimat.
- Jeda adalah penghentian atau kesenyapan yang secara tertulis ditandai oleh spasi,
garis miring (/), tanda koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua(:), tanda hubung (-),
tanda pisah (.).
C. Ciri Bahasa Indonesia Baku
Ciri bahasa Indonesia baku adalah formal, dinamis, cendekia, memiliki kesamaan kaidah,
dan pelafalan yang tidak mencerminkan kedaerahan atau asing.
Ijin copy-nya ya, admin.
BalasHapusSemoga jadi amal buat anak-anak bangsa. Hehe...
izin copy gans
BalasHapus